Tuesday, November 01, 2005
Beginilah kira-kira bila Tuhan sedang bercakap-cakap dengan kita....
PERJALANAN KE MONAS
===================
TUHAN (T) :Pernah dengar istilah toleransi agama?
MANUSIA (M):Pernah, kenapa memangnya?
(T):Apa definisimu tentang itu?
(M) :Toleransi ya..memberikan kebebasan kepada pemeluk agama lain untuk melakukan peribadatannya masing-masing.
(T) :Betul. Dan menu rutmu apakah sudah berjalan dengan baik ?
(M) :Lumayan deh.
(T) : Belum maksimal sayangnya. Toleransi adalah suatu langkah maju
perkembangan spiritual manusia, revolusioner dan merupakan awal dari
perdamaian yang kamu cari-cari itu. Toleransi adalah tanda-tanda awal kebangkitan spiritual. Namun sayangnya, sebagian pemimpin agama masih melihat agama yang lain sebagai 'saingan', sehingga melarang pengikutnya untuk berkecimpung dengan agama lain, bahkan melarang untuk sekedar mengucapkan selamat hari raya mereka. Apalagi merayakannya bersama-sama.
(M) :Ya bagaimana mungkin merayakannya bersama-sama. Tuhannya kan beda.
(T) :Kata siapa?
(M) :Ya bedalah jelas. Namanya saja beda.
(T) :Kamu tau air kan?
(M) :Ya. Kenapa memangnya ?
(T) :Orang Amerika/Inggris menyebutnya water. Bangsamu menyebutnya air. Bangsa lain, ambil contoh Jerman bilang itu wasser. Wong Jowo bilang banyu. Tapi secara "benda" sama kan? Itu-itu juga.
(M) :Ya itu kan air. Kalau udah ngomongin Tuhan ya nggak bisa dong disamakan begitu saja.
(T) :Oke, kamu pernah punya nama julukan?
(M) :Wah banyak.
(T) :Dan setiap kali kamu dipanggil dengan nama-nama yang berbeda-beda itu, kamu menoleh tidak?
(M) :Ya, aku kira ya. Meskipun kalau nama julukannya kadang cenderung menghina, aku agak sebal juga.
(T) :Tapi kamu mengerti kan kalau julukan itu ditujukan untukmu?
(M) :Iya sih.
(T) :Kalau kamu saja tidak keberatan dipanggil dengan nama macam-macam, mengapa Aku harus keberatan? Apakah Aku akan tersinggung jika saja ada yang memanggilKu dengan nama yang 'menurutmu' buruk? Aku Yang Serba 'Maha' darimu, masih punya rasa tersinggung? Panggilan yang berbeda-beda itu kan menuju ke kamu, yang itu-itu juga kan? Orangnya sama.
(M) :Loh tapi kan secara wujud, Tuhannya memang beda-beda.
(T) :Ah kamu itu...lucu...tahu dari mana sih? Kalau secara wujud memang beda-beda....berarti Tuhanmu tidak sempurna dong, karena punya saingan yang lain...ya nggak? Sementara bukankah kamu percaya Tuhanmu itu satu?
(M) :Iya aku percaya itu. Tetapi konsep Tuhan agama-agama lain kan beda. Ada yang percaya dewa-dewa, bahkan.
(T) :Tapi lihat intinya, sayang. Intinya, mereka mengakui kalau ada 'wujud yang lebih tinggi', yang menguasai segalanya. Dan umumnya di agama-agama yang mengakui adanya dewa-dewa, tetap ada satu dewa yang paling berkuasa dari yang lain. Dan Aku mengerti akan hal ini, dan tidak mempermasalahkannya sama sekali.
(M) :Hmmm. Jadi maksudmu Tuhan yang berbeda-beda nama itu, dan konsep yang berbeda-beda itu sebenarnya mengacu pada Tuhan yang sama?
(T) :Aku tidak akan menjawab itu, tapi aku coba analogikan begini. Kamu ditugaskan untuk pergi ke Monas, Jakarta dari kotamu, Semarang. Kamu belum pernah ke Jakarta sebelumnya. Kamu mencoba mencari tahu naik apa yang paling aman. Akhirnya kamu memutuskan untuk naik pesawat terbang dulu ke Jakarta. Pada saat naik pesawat terbang, kamu sebelumnya juga sudah memilih maskapai mana yang kamu anggap paling aman dari sekian banyak maskapai yang ada. Setibanya di Jakarta, dari airport kamu memutuskan untuk naik taksi, langsung ke Monas, karena paling praktis, dan tidak perlu bertanya-tanya kepada banyak orang. Nah menurutmu, apakah jalan menuju Monas hanya melalui rute itu?
(M) :Tentu saja tidak.
(T) :Nah sekarang jika kita analogikan agama sebagai rute tadi, dan Monas sebagai Diriku. Menurutmu, rute ke Monas dari Semarang ada berapa banyak?
(M) :Wah ya banyak sekali, bisa ribuan kemungkinan.
(T) :Nah seperti itulah jalan menujuKu. Tapi apa yang terjadi di duniamu sekarang ini adalah masing-masing rute meng-klaim bahwa rutenyalah yang paling be nar, paling aman. Dan semakin banyak orang yang mengikuti salah satu rute misalnya, timbullah kelompok-kelompok. Hingga akhirnya terjadi persaingan antara kelompok-kelompok rute ini untuk berlomba-lomba mendapatkan 'pelanggan' sebanyak-banyaknya. Pelanggan dari rute lain pun kalau perlu mereka bajak dengan cara apapun, ya karena itu tadi, mereka merasa paling aman, sehingga seolah-olah ingin berusaha 'menyelamatkan' pelanggan dari rute yang lain, yang menurut mereka tidak aman. Kalau ada
yang bilang rute ini yang paling aman, kamu percaya?
(M) :Belum tentu.
(T) :Jadi, aktivitas yang sekarang terjadi di dunia ini bukannya "nongkrong di Monas" rame-rame sama Aku, malahan sibuk rebutan pelanggan sepanjang perjalanan. Masing -masing rute berusaha menarik sebanyak-banyaknya pelanggan ke rutenya masing-masing. Kapan sampai ke Monas-nya?
(M) :Wah itu analogi yang menarik.
(T) :Tunggu sampai kau dengar analogi berikutnya. Sekarang kamu bayangkan kamu berada di dalam salah satu pesawat dari sekian puluh rute yang ada, yang telah kamu pilih. Di dalam pesawat itu, ada banyak kursi bukan? Masuk akal tidak kalau kamu bilang kursi yang paling aman yang paling depan, atau yang paling tengah?
(M) :Suatu pernyataan yang tidak mendasar.
(T) :Nah, tetapi itulah yang terjadi di duniamu sekarang. Kita analogikan pesawat itu sebagai salah satu agama. Kamu tahu, bahkan di dalam suatu agama itu terpecah-pecah lagi ke dalam kelompok-kelompok, seperti analogi kursi tadi. Seolah-olah kursi yang satu lebih 'benar' dari yang lain, meskipun kendaraannya sama, dan tujuannya sama.
(M) :Wah ngeri ya.
(T) :Analogiku belum selesai. Kamu tahu, bahkan ketika kamu duduk di salah satu kursi itu, bisa timbul perdebatan lagi.
(M) :Hah? Maksudnya?
(T) :Ya, posisi duduk kamu juga bisa dipertentangkan, tahu tidak.
Larangan-larangan seperti kamu tidak boleh tidur, atau melihat ke luar jendela misalnya, bisa saja timbul. Bahkan pakaian yang kamu pakai, ukuran celana atau baju kerap menjadi masalah, mana yang benar. Masuk akal nggak kalo ada yang bilang, kalo di pesawat, kamu harus duduk di kursi tengah, celananya harus blue jeans, kakinya harus dilipat, dan jangan tidur, supaya kamu aman dan selamat sampai tujuan ?
(M) :Yang benar saja.
(T) :Ya. Kamu bisa bilang begitu. Tapi itulah yang terjadi di duniamu sekarang. Jadi kalo kita kembali ke analogi 'pesawat-kursi-posisi duduk di kursi' tadi, kira-kira begitulah yang terjadi dengan sebagian agama yang besar. Dalam satu agama, mereka terpecah-pecah lagi ke dalam kelompok-kelompok (layaknya pesawat dengan kursi-kursi nya), dan masing-masing kelompok memperdebatkan 'cara' ritual yang benar (layaknya duduk di kursi memperdebatkan posisi duduk yang benar), sehingga terpecah-pecah lagi ke dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil lagi, begitu seterusnya. Menurutmu perlu nggak sih memperdebatkan hal-hal kecil semacam itu, sementara banyak hal besar yang lain yang lebih penting, perdamaian yang kamu cari-cari contohnya?
(M) :Aku tidak bisa berkata apa-apa. Memang begitu kenyataannya. Dan tentu saja hal-hal kecil seperti itu tidak perlu diperdebatkan.
(T) :Menurutmu, Aku, Yang Serba Maha Ini, apakah masih terbatasi dengan pakaian yang kamu pakai pada saat kamu mencari jalan kepadaKu, masih terbatasi dengan 'hanya satu ritual yang benar', 'hanya satu kelompok yang benar' , dan hal-hal kecil lainnya? Coba kamu pikirkan kembali.
(M) :Betul juga.
(T) :Sekarang kita kembali ke rute kita secara keseluruhan tadi, perjalananmu dari Semarang ke Monas, mencoba menjawab pertanyaanmu tadi.
Seberapapun banyaknya rute yang menuju ke Monas, Monas-nya kan tetap cuma satu, itu-itu juga, apapun orang memanggilnya. Monas, Monumen Nasional, National Monument, dll. Sama seperti analogi air dan nama julukanmu tadi. Nah sekarang menurutmu, rutemukah yang paling benar?
(M) :Tidak juga. Jadi semuanya benar?
(T) :Tidak juga, ada juga rute yang sengaja menyesatkanmu, misalnya dengan membuat Monas-monas yang lain. Rute-rute yang tidak menuju ke Monas, padahal bilangnya ke Monas, tentu menyesatkan.
(M) :Jadi bagaimana tahunya?
(T) :Hatimu pasti bisa membedakannya.
PERJALANAN KE MONAS
===================
TUHAN (T) :Pernah dengar istilah toleransi agama?
MANUSIA (M):Pernah, kenapa memangnya?
(T):Apa definisimu tentang itu?
(M) :Toleransi ya..memberikan kebebasan kepada pemeluk agama lain untuk melakukan peribadatannya masing-masing.
(T) :Betul. Dan menu rutmu apakah sudah berjalan dengan baik ?
(M) :Lumayan deh.
(T) : Belum maksimal sayangnya. Toleransi adalah suatu langkah maju
perkembangan spiritual manusia, revolusioner dan merupakan awal dari
perdamaian yang kamu cari-cari itu. Toleransi adalah tanda-tanda awal kebangkitan spiritual. Namun sayangnya, sebagian pemimpin agama masih melihat agama yang lain sebagai 'saingan', sehingga melarang pengikutnya untuk berkecimpung dengan agama lain, bahkan melarang untuk sekedar mengucapkan selamat hari raya mereka. Apalagi merayakannya bersama-sama.
(M) :Ya bagaimana mungkin merayakannya bersama-sama. Tuhannya kan beda.
(T) :Kata siapa?
(M) :Ya bedalah jelas. Namanya saja beda.
(T) :Kamu tau air kan?
(M) :Ya. Kenapa memangnya ?
(T) :Orang Amerika/Inggris menyebutnya water. Bangsamu menyebutnya air. Bangsa lain, ambil contoh Jerman bilang itu wasser. Wong Jowo bilang banyu. Tapi secara "benda" sama kan? Itu-itu juga.
(M) :Ya itu kan air. Kalau udah ngomongin Tuhan ya nggak bisa dong disamakan begitu saja.
(T) :Oke, kamu pernah punya nama julukan?
(M) :Wah banyak.
(T) :Dan setiap kali kamu dipanggil dengan nama-nama yang berbeda-beda itu, kamu menoleh tidak?
(M) :Ya, aku kira ya. Meskipun kalau nama julukannya kadang cenderung menghina, aku agak sebal juga.
(T) :Tapi kamu mengerti kan kalau julukan itu ditujukan untukmu?
(M) :Iya sih.
(T) :Kalau kamu saja tidak keberatan dipanggil dengan nama macam-macam, mengapa Aku harus keberatan? Apakah Aku akan tersinggung jika saja ada yang memanggilKu dengan nama yang 'menurutmu' buruk? Aku Yang Serba 'Maha' darimu, masih punya rasa tersinggung? Panggilan yang berbeda-beda itu kan menuju ke kamu, yang itu-itu juga kan? Orangnya sama.
(M) :Loh tapi kan secara wujud, Tuhannya memang beda-beda.
(T) :Ah kamu itu...lucu...tahu dari mana sih? Kalau secara wujud memang beda-beda....berarti Tuhanmu tidak sempurna dong, karena punya saingan yang lain...ya nggak? Sementara bukankah kamu percaya Tuhanmu itu satu?
(M) :Iya aku percaya itu. Tetapi konsep Tuhan agama-agama lain kan beda. Ada yang percaya dewa-dewa, bahkan.
(T) :Tapi lihat intinya, sayang. Intinya, mereka mengakui kalau ada 'wujud yang lebih tinggi', yang menguasai segalanya. Dan umumnya di agama-agama yang mengakui adanya dewa-dewa, tetap ada satu dewa yang paling berkuasa dari yang lain. Dan Aku mengerti akan hal ini, dan tidak mempermasalahkannya sama sekali.
(M) :Hmmm. Jadi maksudmu Tuhan yang berbeda-beda nama itu, dan konsep yang berbeda-beda itu sebenarnya mengacu pada Tuhan yang sama?
(T) :Aku tidak akan menjawab itu, tapi aku coba analogikan begini. Kamu ditugaskan untuk pergi ke Monas, Jakarta dari kotamu, Semarang. Kamu belum pernah ke Jakarta sebelumnya. Kamu mencoba mencari tahu naik apa yang paling aman. Akhirnya kamu memutuskan untuk naik pesawat terbang dulu ke Jakarta. Pada saat naik pesawat terbang, kamu sebelumnya juga sudah memilih maskapai mana yang kamu anggap paling aman dari sekian banyak maskapai yang ada. Setibanya di Jakarta, dari airport kamu memutuskan untuk naik taksi, langsung ke Monas, karena paling praktis, dan tidak perlu bertanya-tanya kepada banyak orang. Nah menurutmu, apakah jalan menuju Monas hanya melalui rute itu?
(M) :Tentu saja tidak.
(T) :Nah sekarang jika kita analogikan agama sebagai rute tadi, dan Monas sebagai Diriku. Menurutmu, rute ke Monas dari Semarang ada berapa banyak?
(M) :Wah ya banyak sekali, bisa ribuan kemungkinan.
(T) :Nah seperti itulah jalan menujuKu. Tapi apa yang terjadi di duniamu sekarang ini adalah masing-masing rute meng-klaim bahwa rutenyalah yang paling be nar, paling aman. Dan semakin banyak orang yang mengikuti salah satu rute misalnya, timbullah kelompok-kelompok. Hingga akhirnya terjadi persaingan antara kelompok-kelompok rute ini untuk berlomba-lomba mendapatkan 'pelanggan' sebanyak-banyaknya. Pelanggan dari rute lain pun kalau perlu mereka bajak dengan cara apapun, ya karena itu tadi, mereka merasa paling aman, sehingga seolah-olah ingin berusaha 'menyelamatkan' pelanggan dari rute yang lain, yang menurut mereka tidak aman. Kalau ada
yang bilang rute ini yang paling aman, kamu percaya?
(M) :Belum tentu.
(T) :Jadi, aktivitas yang sekarang terjadi di dunia ini bukannya "nongkrong di Monas" rame-rame sama Aku, malahan sibuk rebutan pelanggan sepanjang perjalanan. Masing -masing rute berusaha menarik sebanyak-banyaknya pelanggan ke rutenya masing-masing. Kapan sampai ke Monas-nya?
(M) :Wah itu analogi yang menarik.
(T) :Tunggu sampai kau dengar analogi berikutnya. Sekarang kamu bayangkan kamu berada di dalam salah satu pesawat dari sekian puluh rute yang ada, yang telah kamu pilih. Di dalam pesawat itu, ada banyak kursi bukan? Masuk akal tidak kalau kamu bilang kursi yang paling aman yang paling depan, atau yang paling tengah?
(M) :Suatu pernyataan yang tidak mendasar.
(T) :Nah, tetapi itulah yang terjadi di duniamu sekarang. Kita analogikan pesawat itu sebagai salah satu agama. Kamu tahu, bahkan di dalam suatu agama itu terpecah-pecah lagi ke dalam kelompok-kelompok, seperti analogi kursi tadi. Seolah-olah kursi yang satu lebih 'benar' dari yang lain, meskipun kendaraannya sama, dan tujuannya sama.
(M) :Wah ngeri ya.
(T) :Analogiku belum selesai. Kamu tahu, bahkan ketika kamu duduk di salah satu kursi itu, bisa timbul perdebatan lagi.
(M) :Hah? Maksudnya?
(T) :Ya, posisi duduk kamu juga bisa dipertentangkan, tahu tidak.
Larangan-larangan seperti kamu tidak boleh tidur, atau melihat ke luar jendela misalnya, bisa saja timbul. Bahkan pakaian yang kamu pakai, ukuran celana atau baju kerap menjadi masalah, mana yang benar. Masuk akal nggak kalo ada yang bilang, kalo di pesawat, kamu harus duduk di kursi tengah, celananya harus blue jeans, kakinya harus dilipat, dan jangan tidur, supaya kamu aman dan selamat sampai tujuan ?
(M) :Yang benar saja.
(T) :Ya. Kamu bisa bilang begitu. Tapi itulah yang terjadi di duniamu sekarang. Jadi kalo kita kembali ke analogi 'pesawat-kursi-posisi duduk di kursi' tadi, kira-kira begitulah yang terjadi dengan sebagian agama yang besar. Dalam satu agama, mereka terpecah-pecah lagi ke dalam kelompok-kelompok (layaknya pesawat dengan kursi-kursi nya), dan masing-masing kelompok memperdebatkan 'cara' ritual yang benar (layaknya duduk di kursi memperdebatkan posisi duduk yang benar), sehingga terpecah-pecah lagi ke dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil lagi, begitu seterusnya. Menurutmu perlu nggak sih memperdebatkan hal-hal kecil semacam itu, sementara banyak hal besar yang lain yang lebih penting, perdamaian yang kamu cari-cari contohnya?
(M) :Aku tidak bisa berkata apa-apa. Memang begitu kenyataannya. Dan tentu saja hal-hal kecil seperti itu tidak perlu diperdebatkan.
(T) :Menurutmu, Aku, Yang Serba Maha Ini, apakah masih terbatasi dengan pakaian yang kamu pakai pada saat kamu mencari jalan kepadaKu, masih terbatasi dengan 'hanya satu ritual yang benar', 'hanya satu kelompok yang benar' , dan hal-hal kecil lainnya? Coba kamu pikirkan kembali.
(M) :Betul juga.
(T) :Sekarang kita kembali ke rute kita secara keseluruhan tadi, perjalananmu dari Semarang ke Monas, mencoba menjawab pertanyaanmu tadi.
Seberapapun banyaknya rute yang menuju ke Monas, Monas-nya kan tetap cuma satu, itu-itu juga, apapun orang memanggilnya. Monas, Monumen Nasional, National Monument, dll. Sama seperti analogi air dan nama julukanmu tadi. Nah sekarang menurutmu, rutemukah yang paling benar?
(M) :Tidak juga. Jadi semuanya benar?
(T) :Tidak juga, ada juga rute yang sengaja menyesatkanmu, misalnya dengan membuat Monas-monas yang lain. Rute-rute yang tidak menuju ke Monas, padahal bilangnya ke Monas, tentu menyesatkan.
(M) :Jadi bagaimana tahunya?
(T) :Hatimu pasti bisa membedakannya.