Friday, February 23, 2007
Hanya seekor angsa putih yang berenang di sebuah kolam sendirian. Dia
sendiri bukan karena tidak ada angsa lain di kolam itu, melainkan dia
merasakan satu keindahan dari sendiri itu. Angsa putih tak seistimewa
angsa bermahkota, ataupun angsa yang berbulu emas, namun dia tetap
menyukai dirinya sendiri sebagai "angsa putih". Angsa bermahkota
pernah mencoba bertanya, " Putih...apa kamu tidak kesepian selalu
menyendiri?" , dgn senyum Angsa putih menjawab " tidak, ada banyak yg
bisa dikatakan sepi padaku, hanya dengan sendiri aku bisa mendengarkan
suara-suara bijak lebih jelas, hanya dalam sepi aku bisa lebih jelas
mendengarkan suara-suara merdu yang bisa membuatku ikut bernyanyi".
Angsa berbulu emas juga pernah bertanya " apa kamu bisa menikmati hidup
kamu yang sebentar ini dengan cara begini terus?", Angsa Putih
menjawab dengan yakin " aku bisa menikmati tiap detik waktuku disini,
karena aku melihat semua yang ada disini dari sisi terang". Angsa
bermulu emas mencibir " kamu bohong! " , Angsa Putih menggelengkan
kepalanya " kalau aku tidak bisa menikmati tiap detik waktuku disini,
aku tidak akan bertahan dengan cara seperti ini, aku tidak akan bisa
bicara seperti ini. Aku akan terus berenang mengikuti arus, karena aku
tahu, tidak ada gunanya menentang arus. Tidak akan membawa perubahan." .
Angsa bermahkota menggeleng-gelengka n kepalanya, lalu berkata " Angsa
putih kenapa aku tidak pernah merasakan apa yang kamu rasakan? aku tidak
bisa hidup sepertimu", angsa putih segera menjawabnya " karena kita
memang memiliki jalan yang berbeda, kamu tidak harus seperti aku, dan
aku juga tidak harus seperti kamu. Kamu jadilah diri kamu dengan baik,
begitupun dengan aku". " tapi kenapa Angsa putih? " potong angsa
berbulu emas "bersyukur.. " jawan Angsa Putih, " aku tidak mengerti"
sahut Angsa bermahkota " bersyukur dengan yg terjadi pada diri kita.
Jika badai datang biarlah datang, yang harus kita lakukan hanya
mempersiapkan diri menghadapi badai itu". " BERSYUKUR?" ulang Angsa
bermahkota dan Angsa berbulu emas bersamaan dengan intonasi ditekan.
Angsa Putih mengangguk "bersyukur" ulangnya. Sedikit dari kita yang
belajar "bersyukur" dalam menghadapi kerasnya hidup ini. Aku bukan
Angsa Putih itu, tapi aku menyukai filosofi ihklasnya. Bahagia itu bukan
sesuatu yang mutlak, tapi pilihan. Remember this " You can only the
stars when it is dark enough". SMILE UPON UR FACE EASY UR OWN PAIN.
Original Message From : Hanilla Heilatul
 
posted by imelda at 5:50 AM | 0 comments
Sekelompok alumni satu universitas yang telah mapan dalam karir
masing-masing berkumpul dan mendatangi professor kampus mereka yang
telah tua. Percakapan segera terjadi dan mengarah pada komplain tentang
stess di pekerjaan dan kehidupan mereka.

Menawari tamu-tamunya kopi, professor pergi ke dapur dan kembali dengan
poci besar berisi kopi dan cangkir berbagai jenis - dari porselin,
plastik, gelas, kristal, gelas biasa, beberapa diantara gelas mahal dan
beberapa lainnya sangat indah - dan mengatakan pada para mantan
mahasiswanya untuk menuang sendiri kopinya.

Setelah semua mahasiswanya mendapat secangkir kopi di tangan,professor
itu berucap : "Jika kalian perhatikan, semua cangkir yang indah dan
mahal telah diambil, yang tertinggal hanyalah gelas biasa dan yang murah
saja. Meskipun normal bagi kalian untuk mengingini hanya yang terbaik
bagi diri kalian, tapi sebenarnya itulah yang menjadi sumber masalah dan
stress yang kalian alami."

"Pastikan bahwa cangkir itu sendiri tidak mempengaruhi kualitas kopi.
Dalam banyak kasus, itu hanya lebih mahal dan dalam beberapa kasus
bahkan menyembunyikan apa yang kita minum. Apa yang kalian inginkan
sebenarnya adalah kopi, bukanlah cangkirnya, namun kalian secara sadar
mengambil cangkir terbaik dan kemudian mulai memperhatikan cangkir orang
lain."

"Sekarang perhatikan hal ini : Kehidupan bagai kopi, sedangkan
pekerjaan, uang dan posisi dalam masyarakat adalah cangkirnya. Cangkir
bagaikan alat untuk memegang dan mengisi kehidupan. Jenis cangkir yang
kita miliki tidak mendefinisikan atau juga mengganti kualitas kehidupan
yang kita hidupi.

Seringkali, karena berkonsentrasi hanya pada cangkir, kita gagal untuk
menikmati kopi yang Tuhan sediakan bagi kita. "Tuhan memasak dan membuat
kopi, bukan cangkirnya. Jadi nikmatilah kopinya, jangan cangkirnya.

Sadarilah jika kehidupan anda itu lebih penting dibanding pekerjaan
anda. Jika pekerjaan anda membatasi diri anda dan mengendalikan hidup
anda, anda menjadi orang yang mudah diserang dan rapuh akibat perubahan
keadaan. Pekerjaan akan datang dan pergi, namun itu seharusnya tidak
merubah diri anda sebagai manusia. Pastikan anda membuat tabungan
kesuksesan dlm kehidupan selain dari pekerjaan anda. shared by :
Vincent W
 
posted by imelda at 5:48 AM | 0 comments
Thursday, February 15, 2007
*Setelah beberapa lagu pujian seperti biasanya pada hari minggu, pembicara
gereja bangkit berdiri dan perlahan-lahan berjalan menuju mimbar untuk
berkhotbah.

"Seorang ayah dan anaknya serta teman anaknya pergi berlayar ke samudra
Pasifik", dia memulai, "ketika dengan cepat badai mendekat dan menghalangi
jalan untuk kembali ke darat. Ombak sangat tinggi, sehingga meskipun sang
ayah seorang pelaut berpengalaman, ia tidak dapat lagi mengendalikan perahu
sehingga mereka bertiga terlempar ke lautan."

Pengkotbah berhenti sejenak, dan memandang mata dua orang remaja yang
mendengarkan cerita tersebut dengan penuh perhatian. Dia melanjutkan,
"dengan menggenggam tali penyelamat, sang ayah harus membuat keputusan yang
sangat sulit dalam hidupnya ... kepada anak yang mana akan dilemparkannya
tali penyelamat itu. Dia hanya punya beberapa detik untuk membuat keputusan.

Sang ayah tahu bahwa anaknya adalah seorang pengikut Kristus, dan dia juga
tahu bahwa teman anaknya bukan. Pergumulan yang menyertai proses pengambilan
keputusan ini tidaklah dapat dibandingkan dengan gelombang ombak yang ganas.
Ketika sang ayah berteriak, "Aku mengasihi engkau, anakku!" Dia melemparkan
tali itu kepada teman anaknya. Pada waktu dia menarik teman anaknya itu ke
sisi perahu, anaknya telah menghilang hanyut ditelan gelombang dalam
kegelapan malam. Tubuhnya tidak pernah ditemukan lagi."

Ketika itu, dua orang remaja yang duduk di depan, menantikan kata-kata
berikut yang keluar dari mulut sang pembicara. "Sang ayah," si pembicara
melanjutkan, "tahu bahwa anaknya akan masuk dalam kekekalan dan diselamatkan
oleh Yesus, dan dia tidak sanggup membayangkan jika teman anaknya melangkah
dalam kekekalan tanpa Yesus. Karena itu dia mengorbankan anaknya sendiri.
Betapa besar kasih Allah, sehingga Ia melakukan hal yang sama kepada kita."

Sang pembicara kembali ke tempat duduknya sementara keheningan memenuhi
ruangan.

Beberapa saat kemudian, dua orang remaja duduk di sisi pembicara. "Cerita
yang menarik," seorang remaja memulai pembicaraan dengan sopan, "tapi saya
pikir tidaklah realistis bagi sang ayah untuk mengorbankan hidup anaknya
hanya dengan berharap bahwa teman anaknya akan menjadi seorang pengikut
Kristus."

"Benar, engkau benar sekali," jawab pembicara. Sebuah senyum lebar menghiasi
wajahnya dan kemudian di memandang kedua remaja tersebut dan berkata, "Tentu
saja itu tidak realistis bukan? Tapi saya ada di sini untuk memberitahu
kalian bahwa cerita itu membuka mataku tentang apa yang sesungguhnya terjadi
ketika Tuhan memberikan AnakNya untuk saya."

"Engkau tahu ... sayalah teman sang anak itu". *(Anonim)*
*
____________ _________ _________ _________ _________ _________ _
*
**
*Jika seseorang tidak diselamatkan, itu bukan karena ia tidak dapat, tetapi
ia tidak ingin. Satu-satunya rintangan dalam menerima pengampunan dosa
adalah rintangan yang kita buat sendiri. *
 
posted by imelda at 6:17 AM | 0 comments