Thursday, September 28, 2006
Bisakah kita seperti mereka jika kita berada dalam situasi yang sama?


Ditembus Peluru, Dominggus Teriak ''Ya Bapaku, Ampunilah Mereka''

PALU- Sungguh mengenaskan sekaligus mengharukan. Detik-detik akhir Tibo
cs menjemput ajal di ujung bedil eksekusi mati pada Jumat (22/9) pukul
01:35 wita lalu, ternyata menyimpan kisah mengharukan. Uskup Manado Mgr
Yoseph Suwatan MSC kepada koran ini tadi malam menuturkan sejumlah kisah
terakhir ketiga terpidana mati itu, masing-masing Fabianus Tibo, Marinus
Riwu dan Dominggus da Silva. ''Saya mau kisahkan ini dengan tujuan agar
masyarakat mengetahui persis bahwa mereka bertiga sudah sangat siap
batin,'' tutur Suwatan yang juga pemimpin umat Katolik hingga ke wilayah
Sulteng dan Gorontalo itu. ''Yang tak kalah penting,'' lanjut Suwatan
yang jelang eksekusi intens mendampingi Tibo cs itu, ''Saya mau
meluruskan banyaknya isu yang menyebutkan kalau Om Tibo dan
teman-temannya itu dianiaya atau malah mati lebih dulu sebelum
dieksekusi. Itu isu tidak benar,'' tegasnya. Sebab, berdasarkan laporan
resmi yang diterima pihaknya, ketiganya sebelum diekskusi diperlakukan
baik hingga ditembak mati. ''Meski yang kami sesalkan adalah prosedur
pemakaman Dominggus serta jelang eksekusi jenazah mereka tak diijinkan
dilakukan misa sesuai tradisi gereja,'' tutur Uskup.

Menyinggung kisah terkait detik-detik akhir ketiganya, Suwatan dengan
nada bergetar menyatakan kalau, baik Tibo, Marinus dan Dominggus, punya
cerita menyentuh. Tibo misalnya. Ketika mengikuti Misa khusus yang
digelar di Lapas Palu pada pukul 11:00 wita, sekalian menanti eksekusi
malam, berulangkali memeluk istri dan anak-anaknya. Dengan nada bijak
dan tanpa tekanan, kisah Suwatan, Tibo berpesan panjang lebar, ''Jangan
ada dendam setelah eksekusi papa. Biarkan papa pergi dengan tenang dan
damai. Papa sudah sangat siap. Sudah begini jalan hidup papa. Mari
diimani saja,'' tutur Suwatan mengutip kisah ketiganya. Perayaan Misa
khusus dipenjara dipimpin langsung tiga pastor dari Manado yang bertugas
di Palu. Yakni, Pastor Melky Toreh MSC dan Pastor Jemmy Tumbelaka MSC.
Usai misa dan ditinggal keluarga, ketiga terpidana mati, memilih berada
di ruangan mereka. Ketiganya secara khusuk memilih berdoa dan terus
berdoa serta bernyanyi. Ini dilakukan hingga menjelang sore.

Yang menyedihkan, kisah Suwatan, menjelang persiapan eksekusi sore,
suasana Lembaga Pemasyarakatan diwarnai isak tangis dari para petugas
Lapas. ''Semua minta maaf kepada Om Tibo, Dominggus dan Marinus,''
kisahnya. Saat itu, ketiganya menolak tawaran makan malam. ''Kecuali
minta dibuatkan gorengan buah sukun campur gula aren.'' Setelah itu?
Ketiganya kian khusuk berdoa hingga kemudian dijemput petugas. ''Saat
itu, Marinus mendadak minta sisir dan parfum.'' Ketika ditanya kenapa
harus berpakaian rapi. Marinus dengan tenang menjawab. ''Ya, saya ini
orang Katolik. Saya harus rapi dan harum karena sedikit lagi mau
menghadap Tuhan saya.'' Sedangkan Dominggus, sebelum naik ke kendaraan
yang akan membawa mereka dieksekusi, mendadak turun dari mobil dan
menemui salah seorang pegawai Lapas yang ternyata berteman baik
dengannya. ''Heh, kau lihat baik-baik ya kau punya anak. Kau harus rawat
dia,'' kisah Suwatan. Dominggus ternyata selama bertahun-tahun tinggal
di Lapas dekat dengan anak-anak para pegawai Lapas.

TERIAK AMPUNI
Sementara, sumber lain koran ini di Polda Sulteng di Palu menyebutkan,
jelang dieksekusi, ketiga terpidana tidak langsung menempati posisi
penembakan. Sebaliknya, mereka ditanya apakah akan ditembak dengan
berdiri atau duduk. ''Mereka serempak menjawab memilih ditembak saat
duduk saja,'' tutur sumber. Uskup Suwatan membenarkan keterangan sumber
ini. ''Memang benar saat sebelum ditembak, mereka memilih duduk saat
ditanya petugas,'' kata Uskup. Lalu, saat mata ketiganya akan ditutup,
mendadak Marinus menolak. ''Saya ingin mata tetap terbuka. Ijinkan saya
menyaksikan langsung.'' Permintaan Marinus dikabulkan. Sedangkan Tibo
dan Dominggus tetap ditutup matanya.

Tepat pukul 01:50 wita, bunyi bedil dari tim eksekutor terdengar. Hanya
dalam hitungan detik, begitu prosesi maut selesai, tiga anggota tim
dokter yang sudah berada di lokasi, salah satunya adalah dokter asal
Langowan, Minahasa yang bertugas di Palu, langsung diminta untuk
memeriksa mereka. ''Menurut dokter perempuan itu yang asal Langowan
kepada saya, eksekusi ketiganya memang sesuai. Ketiganya langsung
diproses dan otopsi,'' tambah Uskup. Sementara, sumber lain di lokasi
kejadian mengisahkan bahwa saat peluru maut itu menancap di tubuh
ketiganya, tubuh ketiganya tersentak dan kepala mereka sempat terangkat
lalu lunglai, ambruk, tewas. Berbeda dengan Tibo dan Marinus yang tampak
tenang dan diam. Tapi, suara yang diperkirakan dari Dominggus sempat
berkata setengah berteriak, ''Ya Bapa Ampunilah mereka!''. (dino
gobel's)<<<<
 
posted by imelda at 12:39 AM | 0 comments